Penyebab Hujan di Musim Kemarau Agustus 2025

Penyebab Hujan di Musim Kemarau Agustus 2025. Foto/net--
RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi banjir di sejumlah wilayah akibat curah hujan tinggi yang diprediksi berlangsung hingga 20 Agustus 2025. Peringatan ini terbilang tidak biasa, mengingat periode tersebut seharusnya sudah memasuki puncak musim kemarau di Indonesia.
Secara umum, musim kemarau di Tanah Air terjadi antara April hingga Oktober, dipengaruhi oleh angin muson timur dari Australia yang membawa udara kering dan panas. Sebaliknya, musim hujan berlangsung dari September hingga April ketika angin muson barat dari Asia membawa uap air yang memicu hujan. Namun, tahun ini terjadi anomali cuaca yang membuat hujan tetap turun di tengah musim kemarau.
Fenomena atmosfer berskala global dan regional menjadi salah satu penyebab utama. Madden-Julian Oscillation (MJO), sebuah gelombang tropis yang bergerak di sekitar ekuator, mampu memicu pertumbuhan awan hujan secara signifikan. Selain itu, aktivitas gelombang Kelvin dan Rossby juga berperan dalam membuat atmosfer lebih labil.
Gelombang atmosfer berfrekuensi rendah atau low frequency turut memperkuat pembentukan awan hujan di wilayah tertentu. Keberadaan gelombang ini pada musim kemarau sering memicu hujan dengan intensitas bervariasi, dari ringan hingga lebat, di daerah yang dilaluinya.
Sirkulasi siklonik dan zona konvergensi angin juga menjadi faktor pemicu hujan. Sirkulasi siklonik adalah pergerakan angin berputar yang mendorong udara naik, sedangkan zona konvergensi merupakan area pertemuan angin dari berbagai arah yang meningkatkan peluang terbentuknya awan konvektif.
Tak kalah penting, suhu muka laut yang menghangat turut menyuplai kelembapan ke atmosfer. Proses penguapan yang meningkat menghasilkan uap air berlimpah yang kemudian membentuk awan hujan. Hal ini cukup berpengaruh di Indonesia yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi perairan.
Kondisi atmosfer yang labil, di mana perbedaan suhu antara lapisan bawah dan atas udara cukup besar, memudahkan terjadinya konveksi. Situasi ini membuat awan hujan mudah terbentuk meskipun kalender menunjukkan periode kemarau.
Keseluruhan fenomena ini menunjukkan bahwa pola cuaca di Indonesia sangat dipengaruhi interaksi kompleks berbagai faktor global, regional, dan lokal. Akibatnya, hujan dapat tetap turun di bulan Agustus meskipun secara iklim seharusnya lebih kering. (*)