Soedarsono berhasil mengadaptasi ide dasar dari Silaban, menyesuaikan dengan anggaran yang ada, serta tetap mempertahankan simbol Lingga dan Yoni yang diinginkan Soekarno.
Dalam desain barunya, Soedarsono juga menambahkan angka-angka simbolis seperti 17, 8, dan 45, yang merujuk pada tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945.
Setelah desain Soedarsono disetujui, pembangunan Monas dimulai pada tahun 1961 dan selesai pada tahun 1975.
Meskipun menghadapi berbagai kendala teknis dan finansial, Soedarsono tetap berkomitmen untuk menyelesaikan proyek ini tepat waktu.
Dengan dedikasinya, Monas akhirnya dapat diresmikan dan menjadi simbol kebanggaan bangsa Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, Monas tidak hanya berfungsi sebagai monumen sejarah, tetapi juga sebagai ruang publik yang memberikan dampak besar bagi masyarakat Indonesia.
Monas kini menjadi tempat untuk berbagai acara kenegaraan, seperti upacara peringatan Hari Kemerdekaan dan kegiatan budaya lainnya.
Selain itu, Monas juga sering dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai belahan dunia, yang tertarik untuk menyaksikan monumen yang penuh makna ini.
Melalui desain yang diselesaikan oleh Soedarsono, Monas menjadi lebih dari sekadar bangunan. Monas adalah simbol yang mengingatkan kita akan perjuangan dan semangat kemerdekaan yang tak lekang oleh waktu.
Monas juga mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk tetap berdiri kokoh dalam menghadapi berbagai tantangan dan membangun masa depan yang lebih baik.
Sebagai ikon yang telah melewati berbagai tantangan dan perubahan sepanjang sejarah Indonesia, Monas tetap menjadi lambang kebanggaan dan inspirasi bagi generasi penerus.
Sebagai bagian dari identitas nasional, Monas memiliki tempat yang penting dalam hati setiap warga negara Indonesia, yang terus menghargai dan menjaga semangat perjuangan yang terkandung di dalamnya.(*)