Jiwasraya Resmi Dicabut Izinnya, OJK Kawal Likuidasi

Sabtu 22 Feb 2025 - 19:39 WIB
Reporter : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dalam bidang asuransi jiwa. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-9/D.05/2025 yang diterbitkan pada 16 Januari 2025. 

Pencabutan izin ini merupakan langkah lanjutan dari upaya penyelesaian kasus Jiwasraya yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir akibat masalah likuiditas dan gagal bayar polis nasabah.

Dengan dicabutnya izin usaha ini, Jiwasraya secara hukum tidak lagi diperbolehkan untuk menjalankan kegiatan operasional, baik di kantor pusat maupun cabang. Perusahaan wajib menyusun neraca penutupan dalam waktu 15 hari sejak pencabutan izin serta menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam 30 hari untuk menetapkan pembubaran badan hukum dan pembentukan tim likuidasi.

Mengacu pada surat dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diterbitkan pada 22 Januari 2025, Jiwasraya telah mengadakan RUPS dan secara resmi membentuk tim likuidasi. Tim ini akan bertugas mengawasi seluruh proses pembubaran perusahaan, termasuk penyelesaian kewajiban kepada pemegang polis dan kreditur.

OJK menegaskan bahwa selama masa likuidasi berlangsung, seluruh aset Jiwasraya akan diawasi ketat. Perusahaan dilarang mengalihkan, menjaminkan, atau menggunakan aset dengan cara yang dapat mengurangi nilainya. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemberesan aset dapat dilakukan secara optimal guna memenuhi kewajiban yang tersisa.

Pembubaran Jiwasraya membawa konsekuensi besar terhadap ribuan pemegang polis yang selama ini mengandalkan perusahaan sebagai penyedia layanan asuransi jiwa. Salah satu dampak utama yang menjadi perhatian adalah pembayaran manfaat pensiun yang dikelola oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya.

Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi Rizal, mengungkapkan bahwa keberlanjutan pembayaran manfaat pensiun akan sangat bergantung pada hasil pemberesan aset perusahaan saat proses likuidasi. Berdasarkan data per 31 Desember 2024, nilai kekayaan DPPK Jiwasraya tercatat sebesar Rp654,5 miliar, dengan aset neto likuid sebesar Rp149,1 miliar.

Dengan kondisi keuangan tersebut, perusahaan memperkirakan bahwa manfaat pensiun hanya dapat dibayarkan hingga akhir 2028. Namun, pembayaran secara penuh masih belum dapat dipastikan karena bergantung pada efektivitas proses likuidasi. Apabila aset yang dimiliki Jiwasraya tidak mencukupi, terdapat kemungkinan pembayaran manfaat pensiun tidak mencapai 100 persen dari yang seharusnya diterima oleh para pensiunan.

Krisis keuangan yang dialami Jiwasraya bukanlah hal baru. Sejak beberapa tahun terakhir, perusahaan ini menghadapi permasalahan likuiditas akibat mismanajemen investasi dan produk asuransi yang memberikan imbal hasil tinggi namun tidak diimbangi dengan strategi investasi yang sehat.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan kebangkrutan Jiwasraya adalah produk asuransi JS Saving Plan yang menawarkan bunga tinggi hingga 12 persen per tahun. Skema ini menarik banyak nasabah, tetapi di sisi lain, perusahaan kesulitan mengelola investasi untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis.

Investigasi yang dilakukan oleh otoritas terkait mengungkap adanya praktik investasi berisiko tinggi yang dilakukan manajemen sebelumnya, termasuk penempatan dana di saham-saham gorengan dan instrumen keuangan yang tidak likuid. Akibatnya, pada 2018, Jiwasraya mulai mengalami gagal bayar kepada ribuan nasabah dengan nilai total klaim yang mencapai puluhan triliun rupiah.

Sebagai langkah penyelamatan, pemerintah membentuk Indonesia Financial Group (IFG) Life untuk mengambil alih sebagian kewajiban Jiwasraya. IFG Life kemudian menerima migrasi sebagian polis Jiwasraya, sementara sisanya tetap menjadi tanggung jawab perusahaan yang kini memasuki tahap likuidasi.

OJK memastikan bahwa proses likuidasi Jiwasraya akan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pemerintah juga telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi untuk memastikan dampak dari pembubaran perusahaan dapat diminimalisir, khususnya bagi nasabah dan pemegang polis yang masih menunggu kepastian pembayaran klaim.

Salah satu fokus utama dalam proses ini adalah optimalisasi aset yang tersisa agar dapat digunakan untuk membayar kewajiban kepada nasabah. Selain itu, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, serta pegawai Jiwasraya diwajibkan untuk memberikan data dan dokumen yang dibutuhkan dalam proses likuidasi serta dilarang menghambat jalannya penyelesaian aset.

Ke depannya, OJK juga akan memperketat regulasi dan pengawasan terhadap industri asuransi agar kasus serupa tidak terulang. Penguatan tata kelola serta penerapan manajemen risiko yang lebih ketat menjadi kunci utama dalam mencegah terjadinya gagal bayar di perusahaan asuransi lainnya.(*/edi)

Kategori :