Radarlambar.bacakoran.co -Suryadi, seorang petani alpukat asal Dukuh Sodong, Desa Pagerjurang, Kecamatan Musuk, berhasil mengubah kehidupannya berkat ketekunan dalam budidaya alpukat. Dulu bekerja sebagai buruh pabrik makanan olahan, ia mulai tertarik untuk bertani alpukat setelah penasaran dengan temannya yang memiliki penghasilan besar meskipun bekerja di tempat yang sama. Temannya mengajaknya berkunjung ke kebun alpukat, dan Suryadi terkesan dengan potensi keuntungan yang bisa didapat dari budidaya pohon alpukat.
Teknik Sambung untuk Meningkatkan Kecepatan Berbuah Alpukat
Dengan menggunakan teknik sambung atau grafting, Suryadi mampu menghasilkan bibit alpukat yang dapat berbuah lebih cepat dibandingkan jika ditanam dari biji. Biasanya, jika ditanam dari biji, alpukat membutuhkan waktu hingga lima tahun untuk berbuah, sementara dengan sambungan, pohon bisa berbuah dalam tiga tahun. Teknik ini memungkinkan tanaman untuk lebih menyerupai induknya secara genetis, memastikan kualitas buah yang lebih konsisten.
Memulai Usaha Tanpa Lahan dengan Sistem Bagi Hasil
Meskipun tidak memiliki lahan, Suryadi memulai usaha dengan membuat bibit alpukat dan menawarkan untuk menanam serta merawat pohon alpukat di lahan milik orang lain. Sebagai imbalan, ia hanya meminta sebagian hasil panen. Hingga kini, ia sudah memiliki sekitar 150 pohon alpukat yang ditanam di lahan orang lain, dan setiap pohon dapat menghasilkan pendapatan sekitar Rp 8 juta dalam sekali panen. Dengan sistem bagi hasil ini, Suryadi berhasil memperoleh penghasilan yang sangat besar dari hasil panen.
Menghadapi Fluktuasi Harga Alpukat dengan Menanam Varietas Berbeda
Namun, harga alpukat tidak selalu stabil. Pada panen awal tahun 2025, harga alpukat turun akibat pasokan yang melimpah. Untuk mengantisipasi hal ini, Suryadi bersama para petani alpukat lainnya menanam berbagai varietas alpukat yang memiliki periode panen berbeda. Ini bertujuan untuk menghindari kelebihan pasokan pada waktu yang sama, yang bisa menurunkan harga.
Keberhasilan Budidaya Alpukat di Kebun Kepala Desa Pagerjurang
Di kebun milik kepala desa Pagerjurang, Nur Amin, Suryadi menunjukkan bagaimana budidaya alpukat dapat berkembang dengan baik. Kebun alpukat yang ada di sana telah memberikan hasil yang cukup memuaskan, bahkan pohon yang baru berusia tiga tahun sudah dapat menghasilkan hingga Rp 3 juta dalam sekali panen. Melihat keberhasilan ini, banyak warga desa yang tertarik untuk ikut menanam alpukat di lahan mereka.
Dukungan Program Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Selain itu, budidaya alpukat di desa tersebut juga mendapat dukungan dari Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) yang bekerja sama dengan CSR Aqua. Program ini bertujuan untuk mendukung konservasi dan pemberdayaan masyarakat melalui budidaya alpukat yang membantu menjaga kelestarian sumber daya air di daerah resapan. Masyarakat di hulu, termasuk warga Pagerjurang, mendapatkan penghargaan atas peran mereka dalam menjaga kelestarian alam melalui program Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJL).
Meningkatnya Rasa Percaya Diri Masyarakat Pagerjurang melalui Budidaya Alpukat
Keberhasilan Suryadi dan warga Pagerjurang dalam budidaya alpukat tidak hanya meningkatkan perekonomian mereka, tetapi juga membangun rasa percaya diri. Masyarakat yang sebelumnya merasa rendah diri kini bangga dengan profesinya sebagai petani alpukat. Suryadi dan warga desa membuktikan bahwa menjadi petani bisa memberikan penghasilan yang signifikan dan membanggakan.(*)