Harga CPO Menguat di Bursa Malaysia, Dipengaruhi Sentimen Positif dan Cuaca Ekstrem

Harga CPO menguat di bursa Malaysia / Foto--Pixabay--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Harga Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) mengalami kenaikan pada perdagangan Kamis, 20 Maret 2025. Penguatan ini didorong oleh beberapa faktor, seperti kenaikan harga minyak sawit di bursa Dalian, perubahan tren ekspor, serta penurunan produksi akibat cuaca ekstrem.
Meskipun menghadapi beberapa tantangan, harga CPO tetap menunjukkan tren positif dalam beberapa hari terakhir. Berdasarkan laporan BMD, harga kontrak berjangka CPO untuk April 2025 naik 35 Ringgit Malaysia menjadi 4.669 Ringgit Malaysia per ton.
Kontrak Mei 2025 juga meningkat sebesar 37 Ringgit Malaysia, mencapai 4.529 Ringgit Malaysia per ton. Kenaikan serupa terjadi pada kontrak Juni 2025, yang bertambah 24 Ringgit Malaysia ke 4.413 Ringgit Malaysia per ton. Sementara itu, kontrak Juli 2025 hanya mengalami sedikit kenaikan 1 Ringgit Malaysia, menjadi 4.215 Ringgit Malaysia per ton.
Sedangkan kontrak Agustus 2025 justru mengalami penurunan 12 Ringgit Malaysia, turun ke 4.163 Ringgit Malaysia per ton. Dari pergerakan ini, mayoritas kontrak CPO masih menunjukkan kenaikan, meskipun terdapat sedikit koreksi pada beberapa kontrak jangka menengah.
Menurut laporan dari Trading View, harga CPO telah meningkat selama dua hari berturut-turut, sejalan dengan kenaikan harga minyak sawit di bursa Dalian sebesar 0,93%. Kenaikan ini memberikan sinyal positif bagi pelaku pasar karena bursa Dalian merupakan salah satu indikator utama pergerakan harga minyak nabati global.
Seorang analis di Kuala Lumpur menyebutkan bahwa kenaikan harga didukung oleh sentimen positif dari pasar Dalian, meskipun pelaku pasar masih menunggu data ekspor terbaru, yang dapat menentukan arah pergerakan harga ke depan.
Dari sisi perdagangan internasional, ekspor minyak sawit Malaysia menunjukkan penurunan. Data dari AmSpec Agri Malaysia mencatat bahwa ekspor minyak sawit pada periode 1-20 Maret 2025 mengalami penurunan sebesar 5%, sementara laporan dari Intertek Testing Services menunjukkan penurunan lebih besar, yaitu 14,2%. Jika tren penurunan ekspor ini terus berlanjut, harga CPO berpotensi mengalami tekanan dalam beberapa bulan ke depan.
Di sisi kebijakan, pemerintah Indonesia berencana untuk menaikkan bea ekspor CPO ke kisaran 4,5%-10%, meningkat dari level sebelumnya 3%-7,5%. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong penggunaan minyak sawit dalam program biodiesel, yang menjadi salah satu strategi utama pemerintah dalam meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan.
Sementara itu, pemerintah Malaysia tetap mempertahankan bea ekspor CPO untuk April di level 10%, tetapi menaikkan harga referensinya, sebagaimana diumumkan oleh Malaysian Palm Oil Board. Langkah-langkah ini dapat memengaruhi daya saing ekspor minyak sawit dari kedua negara di pasar global. Jika biaya ekspor meningkat, maka harga CPO bisa mengalami tekanan karena meningkatnya beban bagi eksportir.
Selain faktor kebijakan dan ekspor, penguatan harga CPO juga dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak mentah dunia pada 20 Maret 2025. Harga minyak mentah meningkat seiring dengan proyeksi permintaan yang lebih tinggi di Amerika Serikat, terutama setelah laporan terbaru menunjukkan bahwa stok bahan bakar mengalami penurunan lebih besar dari perkiraan.
Selain itu, pelemahan dolar AS turut berperan dalam mendorong harga minyak mentah dan CPO, karena membuat harga komoditas berbasis dolar menjadi lebih menarik bagi investor global. Faktor lain yang turut mendukung kenaikan harga CPO adalah gangguan produksi akibat cuaca ekstrem. Menurut analis pasar David Ng, ekspektasi penurunan produksi semakin kuat setelah banjir melanda wilayah Johor, Malaysia.
Banjir menyebabkan terganggunya aktivitas panen dan distribusi, yang dapat berimbas pada pasokan minyak sawit. Selain itu, kenaikan harga minyak kedelai, yang merupakan pesaing utama minyak sawit di pasar global, turut berkontribusi terhadap kenaikan harga CPO. Dengan harga minyak kedelai yang lebih tinggi, minyak sawit menjadi alternatif yang lebih menarik bagi industri makanan dan energi.(*)