Krisis Air Bersih Meningkat, Pemerintah Perkuat Konservasi Sumber Daya Air

Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Kementerian Lingkungan Hidup Sigit Reliantoro, tengah. -Foto-CNN Indonesia.--
Radarlambar.bacakoran.co – Krisis air bersih di Indonesia semakin nyata seiring dengan pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan perubahan tata guna lahan yang mempercepat tekanan terhadap sumber daya air. Di Pulau Jawa, penggunaan sumur bor yang berlebihan telah menyebabkan penurunan muka air tanah secara drastis, memperparah kelangkaan air bersih yang semakin sulit diatasi.
Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup, Sigit Reliantoro, menegaskan bahwa ketersediaan air di Indonesia tidak merata. Beberapa wilayah mengalami krisis yang lebih parah dibandingkan dengan daerah lain yang masih memiliki cadangan air cukup.
Dalam Forum Air Indonesia 2025 yang berlangsung di Jakarta, Sigit menjelaskan bahwa meskipun secara nasional pemanfaatan air masih dalam batas aman, distribusi yang tidak merata menyebabkan ketimpangan. Ia menyoroti bahwa Pulau Jawa mengalami defisit air yang mencapai 118 miliar meter kubik per tahun, sementara di Sumatera dan Kalimantan ketersediaan air masih mencukupi.
Tidak hanya masalah ketersediaan, kualitas air juga menjadi tantangan besar. Dari pemantauan terhadap 2.195 sungai di Indonesia, hanya sekitar 2,19 persen yang memenuhi standar baku mutu. Sebagian besar sungai mengalami pencemaran ringan, meskipun beberapa titik sudah masuk dalam kategori pencemaran berat. Peningkatan tingkat pencemaran ini berakibat pada tingginya biaya pengolahan air agar layak dikonsumsi.
Selain itu, perubahan iklim semakin memperburuk kondisi sumber daya air. Intensitas hujan yang semakin ekstrem meningkatkan risiko banjir di berbagai wilayah, termasuk Jakarta dan Bekasi. Menurut Sigit, curah hujan yang melebihi ambang batas ekstrem menjadi faktor utama pemicu banjir di daerah-daerah tersebut.
Faktor lain yang memperburuk kondisi ini adalah berkurangnya tutupan lahan di daerah aliran sungai (DAS). Di DAS Kali Bekasi, tutupan vegetasi hutan hanya tersisa 3,53 persen, sedangkan di DAS Ciliwung, kawasan hulu yang masih memiliki vegetasi hutan hanya sekitar 10 hingga 11 persen. Berkurangnya vegetasi ini mengurangi daya serap tanah terhadap air, sehingga memperbesar risiko banjir di wilayah sekitarnya.
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk menangani masalah ini, di antaranya dengan peningkatan teknologi pengolahan air dan pengelolaan daerah tangkapan air yang lebih baik. Program perbaikan kualitas air di Sungai Ciliwung, misalnya, melibatkan partisipasi masyarakat dan aparat keamanan dalam membersihkan sampah serta mengawasi daerah sekitar sungai.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti, menambahkan bahwa upaya konservasi dan revitalisasi sumber daya air terus diperkuat melalui program rehabilitasi situ, danau, dan peningkatan kapasitas air tanah. Ia berharap langkah-langkah ini dapat membantu memperbaiki kondisi air di Indonesia.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan sektor swasta, diperlukan agar krisis air dapat dikelola dengan lebih baik. Kesadaran akan pentingnya menjaga kualitas air dan lingkungan menjadi kunci dalam memastikan ketersediaan air bersih bagi generasi mendatang.(*/edi)