Daya Beli Masyarakat Lesu Menjelang Lebaran 2025

AKTIFITAS ; Belanja. -Foto Solo.--

Radarlambar.bacakoran.co – Menjelang Lebaran 2025, daya beli masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah ke bawah, menunjukkan pelemahan yang signifikan. CORE Indonesia, dalam laporannya yang berjudul "Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025", mencatat beberapa indikator ekonomi yang mencerminkan kelesuan konsumsi masyarakat, meskipun Ramadhan dan Idul Fitri sudah semakin dekat.

Pada umumnya, jelang Lebaran, masyarakat Indonesia cenderung meningkatkan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan selama bulan suci Ramadhan dan merayakan hari raya. Namun, CORE Indonesia mencatat adanya anomali, di mana konsumsi rumah tangga justru masih lemah hingga pekan ketiga Ramadhan. Bahkan, kelompok rumah tangga menengah ke bawah tampaknya lebih memilih untuk mengerem belanja mereka.

Berikut adalah beberapa tanda yang menunjukkan terjadinya penurunan daya beli menjelang Lebaran 2025:

1. Deflasi yang Tidak Biasa

Salah satu indikasi utama melemahnya daya beli masyarakat dapat dilihat dari fenomena deflasi yang terjadi pada awal tahun 2025. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami deflasi pada Februari 2025. Deflasi ini tidak hanya terjadi pada kelompok pengeluaran seperti perumahan dan energi, tetapi juga pada makanan, minuman, dan tembakau—sektor yang biasanya justru mengalami inflasi menjelang Lebaran. Hal ini mencerminkan lemahnya permintaan masyarakat terhadap produk-produk konsumsi.

2. Penurunan Indeks Penjualan Riil (IPR)

Data menunjukkan adanya penurunan signifikan pada Indeks Penjualan Riil (IPR), yang merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur tingkat konsumsi rumah tangga. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa IPR pada Februari 2025 mengalami penurunan sebesar 0,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya penjualan kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan belanja konsumen, terutama di sektor-sektor yang biasanya meraih keuntungan besar menjelang Lebaran.

3. Melambatnya Pertumbuhan Transaksi Belanja

Selain penurunan penjualan ritel, data juga menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam transaksi belanja menggunakan kartu debit, ATM, dan kartu kredit. Bank Indonesia mencatat bahwa pada 2024, transaksi belanja menggunakan kartu debit terkontraksi 4 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 8 persen pada 2023. Sementara itu, transaksi menggunakan kartu kredit hanya tumbuh 8 persen, jauh di bawah tingkat pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 26 persen. Pelemahan ini menjadi indikasi bahwa masyarakat, termasuk kalangan menengah atas, lebih berhati-hati dalam pengeluaran.

4. Penurunan Impor Barang Konsumsi

Data impor juga menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada Februari 2025, impor barang konsumsi tercatat turun 10,61 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini mengindikasikan berkurangnya permintaan domestik terhadap barang konsumsi, yang secara langsung berhubungan dengan menurunnya daya beli masyarakat.

5. Penurunan Jumlah Pemudik

Satu lagi indikator yang menunjukkan pelemahan daya beli adalah proyeksi jumlah pemudik yang turun drastis pada Lebaran 2025. Kementerian Perhubungan memprediksi jumlah pemudik akan mencapai 146,48 juta, turun 24 persen dari 193,6 juta pada 2024. Penurunan jumlah pemudik ini mengindikasikan berkurangnya pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat, terutama dari kelompok menengah ke bawah, yang biasanya menjadi kelompok pemudik terbesar.

Dari data-data tersebut, CORE Indonesia menyimpulkan bahwa pelemahan daya beli masyarakat menjelang Lebaran 2025 tidak hanya merupakan fenomena musiman, tetapi juga merupakan indikasi ketidakseimbangan dalam ekonomi domestik Indonesia. Jika tidak segera ditangani, fenomena ini dapat berlanjut dan berdampak lebih jauh terhadap perekonomian secara keseluruhan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan