Fondasi Ekonomi Indonesia Tetap Tangguh di Tengah Gejolak Global

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.//Foto: Ilustrasi--

Radarlambar.Bacakoran.co — Di tengah meningkatnya ketidakpastian global, perekonomian Indonesia dinilai tetap menunjukkan ketahanan yang kuat. Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyatakan bahwa kekuatan fundamental ekonomi domestik menjadi penopang utama dalam menghadapi tekanan eksternal yang kian meningkat.

Menurut Andry, stabilnya konsumsi masyarakat selama bulan Ramadan serta kesigapan Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas nilai tukar menjadi faktor utama yang memperkuat daya tahan ekonomi nasional. “Di tengah tekanan global, permintaan domestik yang tetap solid dan intervensi yang tepat dari BI menjadi penyangga vital bagi pasar keuangan dalam negeri,” ujarnya pada Selasa 8 April 2025.

Bank Indonesia diperkirakan akan terus menjalankan langkah-langkah stabilisasi, khususnya terhadap nilai tukar rupiah yang hari ini diprediksi bergerak dalam kisaran Rp16.610 hingga Rp16.840 per dolar AS. Pada penutupan perdagangan 26 Maret lalu, rupiah tercatat menguat tipis 0,12 persen ke level Rp16.560 per dolar AS, meski secara tahunan masih melemah 2,84 persen. Penguatan ini mencerminkan keyakinan investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia yang tetap prospektif.

Pasar saham turut menunjukkan sentimen positif menjelang libur panjang Lebaran. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,59 persen ke level 6.510,62, didorong oleh arus modal asing dengan nilai beli bersih mencapai Rp623,6 miliar. Walaupun sejak awal tahun IHSG masih terkoreksi 8,04 persen, tren penguatan ini dianggap sebagai sinyal kepercayaan investor terhadap prospek jangka menengah ekonomi nasional.

Pasar obligasi juga menunjukkan performa yang membaik. Imbal hasil (yield) surat utang negara bertenor 10 tahun dalam denominasi rupiah tercatat turun signifikan sebesar 12,2 basis poin ke level 7 persen. Di sisi lain, obligasi pemerintah berdenominasi dolar AS justru sedikit naik ke posisi 5,32 persen, mencerminkan kehati-hatian investor terhadap dinamika global.

Kembali beroperasinya pasar keuangan domestik usai libur panjang disambut dengan optimisme, meskipun tantangan eksternal tetap membayangi. Kebijakan moneter yang adaptif dan fundamental ekonomi yang solid membuat Indonesia dipandang memiliki peluang besar untuk menjaga kestabilan, bahkan meraih keuntungan dari pergeseran arus perdagangan internasional.

“Ketahanan ekonomi nasional dan fleksibilitas kebijakan menjadi nilai tambah di tengah gejolak global yang belum mereda,” tambah Andry.

Namun, di balik optimisme tersebut, pasar tetap waspada terhadap perkembangan geopolitik dan kebijakan dagang global. Salah satu sumber kekhawatiran utama adalah keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang baru-baru ini menetapkan tarif dasar 10 persen untuk seluruh produk impor. Tarif tambahan diberlakukan terhadap negara-negara tertentu, seperti China (34%), Vietnam (46%), dan Uni Eropa (20%).

Langkah agresif tersebut memicu kekhawatiran akan terjadinya perang dagang baru yang bisa mendorong inflasi global dan meningkatkan imbal hasil surat utang. Sebagai respons, China menyatakan akan menerapkan tarif balasan sebesar 34 persen terhadap barang asal AS mulai 10 April. Sementara itu, Vietnam memilih merespons dengan strategi yang lebih diplomatis.

Situasi kian memanas setelah Trump mengancam untuk menaikkan tarif menjadi 50 persen bagi produk dari China, jika tidak ada langkah kompromi hingga batas waktu 8 April.

Meskipun menimbulkan volatilitas di pasar global, ketegangan ini juga membuka peluang baru bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk meninjau ulang dan menyesuaikan strategi perdagangan internasional. Dengan pendekatan yang cermat dan kebijakan yang terukur, Indonesia berpeluang untuk memanfaatkan pergeseran ini guna memperkuat posisinya dalam peta ekonomi global.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan