Deteksi Dana Ilegal 10 Ribu Lebih Rekening Judi Online Diblokir OJK

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae. -Foto CNBC Indonesia.--
Radarlambar.bacakoran.co - Di tengah masifnya peredaran praktik judi online yang menyusup ke berbagai lini kehidupan digital masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bergerak senyap namun tegas. Hingga April 2025, sebanyak 10.016 rekening bank dibekukan karena teridentifikasi menjadi jalur aliran dana dari aktivitas terlarang tersebut. Langkah ini tidak hanya menjadi bagian dari penegakan hukum, tetapi juga upaya membendung ancaman sistemik terhadap stabilitas sektor keuangan nasional.
Peningkatan jumlah pemblokiran ini bukan sekadar respons reaktif. Sejak akhir tahun lalu, OJK memperkuat skema deteksi melalui pemanfaatan teknologi pengawasan berbasis data kependudukan dan pengawasan profil risiko. Sistem yang digunakan memetakan keterkaitan antar rekening berdasarkan Customer Information File (CIF) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga satu orang yang memiliki banyak akun di beberapa bank sekaligus tetap bisa teridentifikasi.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjadi figur sentral dalam operasi senyap ini. Di bawah pengawasannya, OJK menggencarkan sinergi dengan berbagai lembaga, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Satgas Pasti — gugus tugas yang dibentuk untuk merespons aktivitas keuangan ilegal secara komprehensif. OJK juga mendorong lembaga perbankan menerapkan uji tuntas lanjutan (enhanced due diligence) terhadap transaksi dan nasabah yang mencurigakan.
Satu hal yang menjadi perhatian publik ialah bagaimana pelaku judi online kerap memanfaatkan celah teknologi. Rekening-rekening digunakan secara dinamis: dibuka atas nama orang lain, dialihkan ke berbagai kanal dompet digital, hingga dilengkapi dengan modus transaksi yang menyaru sebagai aktivitas dagang daring. Namun, dengan pendekatan forensik digital yang dilengkapi integrasi lintas data kependudukan, OJK perlahan mengikis praktik-praktik ini.
Langkah tegas ini juga selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023, yang memberikan kewenangan lebih besar kepada OJK untuk menjadi koordinator dalam penanganan aktivitas keuangan ilegal. Artinya, otoritas tidak hanya bertindak sebagai pengawas sektor jasa keuangan, tetapi juga memiliki fungsi strategis dalam mengoordinasikan penindakan bersama 16 kementerian dan lembaga lain.
Tidak berhenti pada pemblokiran, OJK kini tengah menyusun pedoman bagi perbankan untuk mempercepat identifikasi rekening berisiko tinggi. Pedoman ini dirancang untuk mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan digital dengan mendorong bank melakukan pemantauan proaktif terhadap anomali transaksi, terutama pada segmen perorangan dan korporasi kecil.
Sepanjang tahun 2024 lalu ada sebanyak 8.000 rekening judi online yang lebih dulu telah dibekukan. Jumlah tersebut melonjak drastis hanya dalam beberapa bulan. Data terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar rekening yang diblokir terhubung dengan ekosistem transaksi tidak langsung — mulai dari agen pulsa hingga e-commerce kecil yang dijadikan sebagai sarana pencucian dana hasil judi.
Sementara itu, para analis menyebut bahwa persoalan ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pemblokiran. Diperlukan penguatan regulasi terhadap sektor teknologi finansial dan dompet digital, yang kerap menjadi “kantong siluman” bagi dana gelap. Selain itu, literasi digital masyarakat menjadi ujung tombak dalam memutus rantai pasokan konsumen judi daring yang terus meluas ke kalangan usia produktif.
Kerja besar OJK ini menjadi bagian dari arsitektur besar perlindungan konsumen di era digital. Dalam diam, pengawasan mengalir dari balik layar sistem keuangan. Namun jejaknya kini mulai terlihat jelas: satu per satu rekening yang terlibat dalam praktik haram itu menghilang dari peredaran.(*/edi)