Persoalan Pidana Mati di Indonesia: Pernyataan Prabowo dan Sinyal Perubahan

Presiden Prabowo Subianto.//Foto:Dok/Net.--
Radarlambar.bacakoran.co -Persoalan pidana mati di Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat setelah Presiden Prabowo Subianto mengisyaratkan ketidaksetujuannya terhadap hukuman mati. Meskipun tidak secara eksplisit menentang hukuman mati, pernyataan Prabowo memberikan angin segar bagi Amnesty International Indonesia yang sudah lama mengkampanyekan penghapusan hukuman mati di negara ini.
Amnesty International Indonesia: Hukuman Mati Bertentangan dengan Hak Hidup
Juru bicara Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, menyatakan bahwa negara-negara yang masih mempertahankan hukuman mati adalah negara-negara yang terisolasi secara internasional. Menurutnya, hukuman mati sudah tidak relevan lagi dan bertentangan dengan hak hidup sebagai prinsip dasar manusia. Data per 2024 menunjukkan bahwa sekitar 113 negara telah menghapus hukuman mati, dan Amnesty menganggap negara-negara yang masih mempertahankannya sebagai bagian dari minoritas yang terisolasi.
Indonesia Hadapi Dua Pilihan: Pertahankan atau Ikuti Tren Global
Haeril menilai bahwa Indonesia dihadapkan pada dua pilihan: mempertahankan status quo atau mengikuti tren global dengan mengadopsi hukuman yang lebih humanis. Hal ini bisa dilihat dalam kebijakan pemerintah Indonesia yang sebelumnya memulangkan narapidana mati, seperti Mary Jane dan Serge Atlaoui, ke negara asal mereka. Meski mereka seharusnya dieksekusi mati di Indonesia, kebijakan pemulangan tersebut dapat diartikan sebagai langkah awal yang mencerminkan penolakan terhadap eksekusi mati.
Cemas dengan Eksekusi Mati, Pemerintah Diharapkan Menunjukkan Sikap Tegas
Pernyataan Presiden Prabowo, meski tidak tegas, memberi sinyal adanya kecemasan pemerintah mengenai eksekusi mati di Indonesia. Haeril menganggap bahwa klarifikasi yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, terlalu tergesa-gesa. Idealnya, klarifikasi tersebut harus datang setelah adanya diskusi internal yang mendalam antara Presiden dan para pembantunya. Menurut Haeril, sikap politik dari pemimpin tertinggi sangat penting dalam upaya penghapusan hukuman mati, seperti yang terlihat di negara-negara lain, seperti Meksiko dan Mongolia, yang memulai perubahan ini dengan sikap presidennya.
Dukungan Publik terhadap Hukuman Mati dan Faktor Ketidaktahuan
Meskipun masih ada dukungan publik yang kuat terhadap hukuman mati di Indonesia, Haeril menilai bahwa hal tersebut sebagian besar disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai efek jera yang diklaim oleh pemerintah. Dalam beberapa kasus, pengakuan yang didapatkan dengan cara penyiksaan bisa menyebabkan vonis mati yang tidak adil. Oleh karena itu, penghapusan hukuman mati tidak hanya akan menyelamatkan nyawa, tetapi juga mengurangi potensi pelanggaran hak asasi manusia.