Dugaan Suap di Balik Vonis Bebas Ronald Tannur, Hakim Erintuah Terancam 9 Tahun Penjara

Erintuah Damanik Hakim PN Surabaya yang memutus bebas Ronal Tannur dituntut 9 Tahun Penjara oleh JPU dalam Persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 22 April 2025.//Foto:dok/net.--
Radarlambar.Bacakoran.co – Hakim senior yang menjadi ketua majelis hakim dalam sidang yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik akhirnya kini berada di ujung tanduk. Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman penjara selama sembilan tahun atas dugaan keterlibatannya dalam transaksi suap yang mencemari proses hukum.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembacakan tuntutannya terhadap Erintuah Damanik digelar dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 22 April 2025 kemarin. Di dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) menjelaskan jika Erintuah diduga telah menerima uang dalam jumlah besar, yang diyakini erat hubungannya dengan pemberian keputusan bebas terhadap Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera.
Jaksa menilai tindakan tersebut melanggar sejumlah ketentuan dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 6 ayat (2), Pasal 12B, serta Pasal 18, yang diperkuat dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP. Selain diancam pidana pokok, Erintuah juga wajib membayar denda Rp750 juta. Bila tidak dibayar, ia akan menghadapi hukuman pengganti selama enam bulan penjara tambahan.
Namun, Erintuah bukan satu-satunya aktor dalam dugaan skema suap ini. Dua hakim lain yang bertugas di Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Heru Hanindyo dan Mangapul, juga masuk dalam dakwaan. Bahkan ketiganya dituduh telah menerima suap yang nilainya mencapai Rp1 miliar ditambah 308 ribu dolar Singapura, atau setara dengan sekitar Rp3,6 miliar dari pihak yang berkepentingan dalam perkara Ronald Tannur.
Putusan bebas terhadap Tannur sempat menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat, khususnya dari keluarga korban yang merasa keadilan telah dibelokkan. Akhirnya banyak pihak menduga terjadi permainan hukum dalam proses persidangan yang membebaskan Ronald Tannur dari jeratan hukum.
Kasus ini menjadi cermin betapa masih rentannya sistem peradilan terhadap intervensi dan suap. Dengan maraknya dugaan keterlibatan hakim dalam permainan putusan kembali memantik pertanyaan besar yaitu seberapa dalam praktik mafia peradilan itu berakar di tubuh institusi hukum Indonesia?(*)