Radarlambar.Bacakoran.co - Fenomena Brain Rot (pengeroposan otak) menjadi semakin relevan di era digital ini, di mana hampir setiap aspek kehidupan kita dipengaruhi oleh teknologi dan media sosial. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan penurunan kemampuan kognitif, gangguan perhatian, dan gangguan mental yang terjadi akibat ketergantungan berlebihan pada perangkat digital dan konsumsi informasi yang berlebihan.
Sumber utama dari Brain Rot adalah media sosial, yang dirancang untuk menarik perhatian penggunanya dengan notifikasi, pembaruan, dan berbagai konten yang mengalir terus-menerus. Ketika otak terus-menerus terpapar rangsangan seperti ini, ia mengalami kelelahan dan kesulitan untuk fokus pada tugas-tugas yang lebih kompleks.
Penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan multitasking yang sering terjadi saat menggunakan berbagai platform digital dapat menurunkan kemampuan otak untuk berpikir jernih, menganalisis informasi secara kritis, dan menyelesaikan masalah dengan baik. Sebagai contoh, studi dari Stanford University menemukan bahwa multitasking digital berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, termasuk pengurangan daya ingat dan kemampuan untuk memecahkan masalah.
Salah satu aspek penting yang berkontribusi pada Brain Rot adalah fenomena infodemia, yaitu paparan informasi yang berlebihan, tidak terfilter, dan sering kali saling bertentangan. Di media sosial, pengguna sering kali dibanjiri oleh berbagai berita, opini, dan gambar yang datang dalam aliran yang sangat cepat. Proses ini bisa menyebabkan otak merasa kewalahan, dan pada akhirnya menurunkan kualitas perhatian serta fokus.
Semakin lama seseorang terpapar pada gangguan-gangguan kecil ini, semakin besar dampaknya terhadap kemampuan mereka untuk berpikir secara mendalam. Selain itu, interaksi yang terus-menerus dengan teknologi merangsang sistem dopamin otak, neurotransmitter yang terkait dengan rasa puas dan penghargaan. Setiap notifikasi atau "like" yang diterima di media sosial menciptakan perasaan senang, tetapi juga membentuk pola adiktif yang berisiko menurunkan kualitas hidup penggunanya.
Akibatnya, orang yang terlalu sering terlibat dalam media sosial cenderung mengalami kesulitan untuk menikmati kegiatan yang tidak memberikan stimulasi langsung atau penghargaan instan, seperti membaca buku atau bekerja dengan penuh konsentrasi. Selain pengaruh pada kemampuan kognitif, Brain Rot juga berhubungan erat dengan gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan perasaan tidak puas.
Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) merupakan salah satu efek samping dari kecanduan media sosial, di mana pengguna merasa cemas atau khawatir akan tertinggal informasi penting yang dibagikan oleh teman-teman atau orang lain. Ketika seseorang melihat kehidupan orang lain yang tampak lebih sukses, bahagia, atau sempurna, mereka dapat merasa rendah diri dan terperangkap dalam perasaan tidak puas.
Hal ini bisa memperburuk kualitas tidur, meningkatkan stres, dan menurunkan rasa percaya diri. Selain itu, paparan terhadap berita-berita negatif yang beredar di media sosial—seperti konflik sosial, bencana alam, atau krisis politik—dapat menambah tingkat kecemasan dan meningkatkan perasaan terancam, meskipun sebagian besar informasi tersebut mungkin tidak langsung berdampak pada kehidupan pribadi pengguna.