BALIKBUKIT – Harga kol di Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat, mengalami penurunan yang sangat drastis dalam waktu singkat. Pada hari Minggu, 12 Januari 2025, harga kol sempat mencapai Rp6.500 perkilogram, namun hanya dalam waktu empat hari, harga tersebut turun tajam menjadi Rp2.000 perkilogram pada hari ini, Senin, 15 Januari 2025.
Jubaidi, seorang petani kol yang telah bertani selama puluhan tahun di kawasan tersebut, mengungkapkan rasa keprihatinannya. Harga jual kol berbanding terbalik dengan harga jual tomat yang masih bertengger di harga Rp3000 hingga Rp4000 perkilogram.
”Hari Minggu kemarin masih bisa sampai harga Rp6.500, namun hari ini tinggal Rp2.000 perkilogram. Artinya, harga turun Rp1.000 perhari. Ini sangat merugikan kami, untuk harga tomat masih di angka Rp3000 hingga Rp4000 perkilogram,” kata Jubaidi.
Menurut Jubaidi, meskipun hari ini mereka masih melakukan panen, harga yang sangat rendah membuat para petani kol merugi. ”Kalau harga cuma Rp2.000 perkilogram, kami hanya bisa menutupi biaya untuk membeli obat-obatan, tapi belum cukup untuk membayar upah panen dan biaya pengelolaan lahan. Ini jelas merugikan,” lanjutnya.
Sementara itu, Purwanto, seorang agen sayuran yang biasa membeli hasil panen dari para petani di daerah tersebut, membenarkan bahwa harga kol memang anjlok dalam waktu yang sangat singkat. ”Kol yang super besar sekarang hanya dihargai Rp2.000 saja. Harga yang sempat tinggi hanya bertahan beberapa hari. Kondisi ini sangat merugikan para petani,” ungkap Purwanto.
Para petani di Lampung Barat mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap keberlanjutan usaha pertanian kol di daerah tersebut. Mereka berharap agar harga sayuran, khususnya kol, bisa stabil agar mereka dapat terus bertahan dalam berusaha.
”Kami sangat berharap agar harga sayuran di Lampung Barat ini bisa stabil, karena kami hanya mengandalkan hasil dari sayuran ini untuk kehidupan sehari-hari. Kalau harga terus turun seperti ini, kami khawatir tidak bisa menanam lagi di musim berikutnya,” ujar Jubaidi.
Menurutnya, penyebab anjloknya harga kol ini diduga berkaitan dengan overproduksi, di mana banyak petani yang memanen kol secara bersamaan, sementara permintaan di pasar tidak mampu menyerap seluruh hasil panen tersebut. Kondisi ini membuat harga kol terjun bebas dan membuat para petani semakin kesulitan untuk bertahan.
Ke depan, para petani berharap ada solusi yang bisa membantu mereka, baik dari pemerintah maupun pihak terkait, agar harga kol dan komoditas sayuran lainnya dapat stabil. Jika tidak, petani akan semakin terpuruk dan mungkin kehilangan modal untuk kembali menanam pada musim berikutnya. *