Radarlambar.bacakoran.co- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sejumlah wilayah di Indonesia mulai memasuki musim kemarau pada Mei 2025. Proses peralihan musim ini berlangsung bertahap sejak April hingga Juni mendatang.
Plt. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa beberapa wilayah seperti Lampung bagian timur, pesisir utara Jawa bagian barat, pesisir Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) telah lebih dahulu memasuki musim kemarau pada April.
Memasuki bulan Mei, giliran sebagian kecil Sumatera, sebagian besar Jawa Tengah hingga Jawa Timur, Kalimantan Selatan, serta Bali dan Papua bagian selatan yang diperkirakan akan mulai mengalami kemarau.
Sedangkan pada Juni, musim kemarau diprediksi mulai melanda sebagian besar Sumatera, Jawa bagian barat, Kalimantan bagian selatan, dan beberapa wilayah Sulawesi serta Papua.
BMKG menegaskan bahwa awal musim kemarau tahun ini umumnya berlangsung sesuai kondisi normal. Namun, terdapat pula wilayah yang mengalami keterlambatan atau percepatan dibandingkan rata-rata klimatologis periode 1991–2020. Dari 691 zona musim (ZOM) yang dimonitor, awal kemarau terjadi normal di 207 ZOM, mundur di 204 ZOM, dan lebih cepat di 104 ZOM.
Wilayah dengan awal musim kemarau sesuai normal meliputi Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, serta sebagian Maluku dan Maluku Utara. Adapun wilayah yang mengalami kemarau lebih lambat dari biasanya antara lain Kalimantan bagian selatan, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi, dan Merauke.
Selain itu, BMKG turut mengkaji sifat musim kemarau tahun ini. Hasilnya, sebanyak 416 ZOM diprediksi mengalami kemarau dengan kondisi normal, 185 ZOM lebih basah dari biasanya, dan 98 ZOM lebih kering.
Wilayah yang berpotensi mengalami kemarau lebih basah mencakup sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat dan tengah, Bali, NTB, NTT, serta sebagian kecil wilayah Sulawesi dan Papua bagian tengah. Sementara itu, kemarau lebih kering diperkirakan terjadi di Sumatera bagian utara, sebagian Kalimantan Barat, Sulawesi bagian tengah, Maluku Utara, dan Papua bagian selatan.
BMKG juga memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Dalam periode tersebut, tidak ada indikasi kuat dari fenomena iklim global seperti El Niño atau La Niña, maupun Indian Ocean Dipole (IOD), karena seluruh fenomena berada dalam fase netral.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menambahkan bahwa kondisi iklim tahun ini cenderung normal tanpa dominasi pengaruh iklim laut. Meski demikian, beberapa wilayah masih berpeluang mengalami hujan musiman dengan intensitas di atas rata-rata, terutama di daerah yang sifat kemaraunya lebih basah.
Ia menilai musim kemarau tahun ini tidak akan sekering 2023 yang dipengaruhi El Niño dan menyebabkan banyak kejadian kebakaran hutan. Pola musim kemarau 2025 dinilai lebih menyerupai kondisi tahun sebelumnya, yakni 2024.(*)