IHSG dan Rupiah Dikepung Sentimen Kuat, Pasar Keuangan Siap Bergolak?

Sentimen Ekonomi Global Ancam Stabilitas IHSG dan Rupiah-Ilustrasi: Canva@Budi Setiawan-
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Setelah jeda tiga hari, pasar keuangan Indonesia akan kembali bergulir penuh mulai esok. Tidak seperti pekan sebelumnya yang terpangkas menjadi empat hari kerja, pekan ini perdagangan akan berlangsung normal selama lima hari. Momentum ini membuka ruang lebih luas bagi investor untuk merespons beragam sentimen yang sedang memanas, baik dari dalam maupun luar negeri.
Pada penutupan terakhir, Kamis (17/4/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan taji dengan kenaikan 0,60% ke posisi 6.438,27. Bahkan secara mingguan, indeks mencatatkan kenaikan impresif sebesar 2,81%. Namun, di sisi lain, mata uang rupiah tak mampu menandingi penguatan tersebut. Nilainya stagnan terhadap dolar AS di angka Rp16.820 per dolar, dan dalam sepekan justru terkoreksi 0,18%.
Pekan ini diprediksi akan menjadi periode yang penuh gejolak bagi IHSG dan rupiah, dipicu oleh serangkaian agenda ekonomi penting yang bisa mengubah arah pasar secara drastis.
Neraca Dagang RI: Masih Surplus, Tapi Tertekan Komoditas
Senin (21/4), perhatian pasar akan tertuju pada rilis neraca dagang Indonesia untuk periode Maret 2025. Meskipun masih diproyeksikan mencatat surplus, nilainya diperkirakan akan lebih kecil dari bulan sebelumnya. Penurunan harga batu bara dan CPO yang menjadi andalan ekspor nasional menjadi penyebab utama. Harga batu bara, misalnya, rata-rata hanya berada di level US$104,16 per ton pada Maret—turun 2,59% dibanding Februari dan merosot 19% secara tahunan. Hal yang sama terjadi pada CPO yang walau tumbuh secara tahunan, tetap mengalami penurunan secara bulanan.
Meski begitu, masih ada secercah harapan dari komoditas lain. Kenaikan harga emas dan tembaga diperkirakan menjadi penyelamat sebagian ekspor Indonesia, di tengah melemahnya permintaan global dan gejolak geopolitik yang turut mendongkrak harga logam mulia.
Pasar memperkirakan neraca perdagangan Maret akan mencatat surplus sebesar US$2,63 miliar, yang meskipun lebih rendah dari capaian Februari (US$3,12 miliar), masih menjadi penanda kekuatan sektor perdagangan Indonesia yang telah mencetak surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Suku Bunga BI: Tekanan untuk Turun
Rabu (23/4), giliran Bank Indonesia yang menjadi pusat perhatian. Keputusan terkait suku bunga acuan akan diumumkan, dan pelaku pasar berharap akan ada langkah pelonggaran moneter. Sejauh ini, BI masih mempertahankan suku bunga di level 5,75%, dengan alasan menjaga inflasi dan stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian global.
Namun ruang untuk penurunan mulai terbuka, terutama jika nilai tukar terjaga dan inflasi tetap terkendali. BI sendiri mengisyaratkan bahwa pihaknya akan terus menyesuaikan kebijakan secara dinamis, dengan tetap mengedepankan kestabilan makroekonomi nasional.
Tak hanya itu, insentif likuiditas makroprudensial juga akan terus dioptimalkan, termasuk dalam mendorong pembiayaan ke sektor prioritas serta penguatan sistem pembayaran digital yang inklusif dan efisien.
Uang Beredar (M2): Likuiditas Masih Bertumbuh
Menuju akhir pekan, Jumat (25/4), data uang beredar periode Maret 2025 akan menjadi sorotan. Pada Februari, pertumbuhan uang beredar (M2) mencapai Rp 9.239,9 triliun atau tumbuh 5,7% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Pertumbuhan ini ditopang oleh peningkatan penyaluran kredit sebesar 9�n aktiva luar negeri bersih yang juga naik.
Sementara itu, uang primer (M0) tumbuh 13% (yoy), menunjukkan bahwa perekonomian masih memiliki napas likuid yang kuat untuk mendukung aktivitas keuangan dan bisnis, meski tagihan bersih kepada pemerintah pusat tercatat minus.