Bulan Menjauh 3,8 Cm per Tahun, Ini Dampak Jangka Panjangnya Bagi Bumi

Foto: Sebuah pesawat terbang melintas di depan bulan, Foto/REUTERS--

Radarlambar.bacakoran.co- Bulan yang setiap malam tampak setia menemani Bumi, rupanya perlahan-lahan sedang menjauh. Fenomena ini telah diamati sejak 1969, setelah misi Apollo NASA memasang panel reflektif di permukaan Bulan. Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa satelit alami Bumi tersebut bergerak menjauh sejauh 3,8 sentimeter setiap tahun.

Untuk menelusuri lebih jauh sejarah dinamika ini, sekelompok peneliti internasional menggunakan metode tidak biasa: bukan dari Bulan, melainkan dari Bumi. Mereka menemukan petunjuk penting di lapisan batuan purba yang berada di Taman Nasional Karijini, Australia Barat. Di lokasi tersebut, lapisan batuan yang terbentuk 2,5 miliar tahun lalu menyimpan pola ritmis yang dapat dijadikan jejak waktu.

Pola lapisan tersebut, menurut para peneliti, memiliki keterkaitan dengan siklus iklim jangka panjang yang dikenal sebagai siklus Milankovitch. Siklus ini menggambarkan perubahan periodik dalam orbit dan kemiringan sumbu Bumi yang memengaruhi distribusi sinar Matahari. Peneliti menemukan bahwa variasi siklik pada batuan tersebut berulang dengan ketebalan antara 10 hingga 85 sentimeter, yang menunjukkan interval waktu antara 11 ribu hingga 100 ribu tahun.

Salah satu fokus utama penelitian adalah siklus presesi iklim, yaitu goncangan sumbu rotasi Bumi yang kini terjadi setiap 21 ribu tahun. Namun, data dari batuan Australia menunjukkan bahwa sekitar 2,46 miliar tahun yang lalu, siklus ini terjadi lebih cepat, mengindikasikan bahwa Bulan saat itu berada sekitar 60 ribu kilometer lebih dekat ke Bumi dibanding saat ini.

Kondisi ini turut mempengaruhi panjang hari di Bumi pada masa itu, yang hanya berlangsung sekitar 17 jam. Perubahan ini menjadi bukti bahwa dinamika sistem Bumi-Bulan terus mengalami evolusi sejak awal terbentuknya tata surya.

Studi ini tidak hanya memperkaya pemahaman ilmiah tentang sejarah Bumi dan Bulan, tetapi juga menjadi pondasi bagi pemodelan masa depan sistem planet kita. Meskipun demikian, para peneliti menyadari perlunya data tambahan dari lokasi lain agar pemahaman tentang perjalanan Bulan tidak berhenti pada satu titik saja. Mereka pun melanjutkan pencarian terhadap batuan purba lainnya yang mungkin menyimpan kunci evolusi Tata Surya.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan